A. Potensi dan Penyebab Konflik di Tengah Keberagaman Masyarakat Indonesia
1. Keberagaman Sosial Budaya, Ekonomi, dan Gender Masyarakat Indonesia
Ada beberapa pokok keberagaman yang dapat kita ketahui dan pelajari sebagai bentuk keberagaman yang ada di Indonesia, yaitu keberagaman dalam hal sosial budaya, ekonomi, dan gender.
A. Keberagaman sosial budaya pada masyarakat
Masyarakat Indonesia terdiri atas berbagai golongan, suku, etnis (suku bangsa), ras, agama, dan budaya. Mereka hidup tersebar di berbagai wilayah Negara Indonesia. Mereka juga hidup dan berinteraksi dengan masyarakat internasional, baik secara langsung maupun tidak langsung. Masyarakat ini juga disebut dengan masyarakat multikultural.
Secara sederhana, masyarakat multikultural dipandang sebagai masyarakat yang memiliki beragam kelompok sosial dengan sistem norma dan kebudayaan yang berbeda-beda. Masyarakat multikultural merupakan bentuk dari masyarakat modern yang anggotanya terdiri atas berbagai golongan, suku, etnis (suku bangsa), ras, agama, dan budaya. Dalam masyarakat multikultural, perbedaan sosial, kebudayaan, dan suku bangsa dijunjung tinggi. Namun, hal itu tidak berarti bahwa ada kesenjangan atau perbedaan hak dan kewajiban antarkelompok sosial, kebudayaan, dan suku bangsa. Masyarakat multikultural tidak mengenal perbedaan hak dan kewajiban antara kelompok minoritas dan mayoritas, baik secara hukum maupun sosial.
Bangsa Indonesia telah mendapatkan begitu banyak pelajaran untuk menciptakan sebuah harmonisasi dalam keberagaman sosial budaya. Sejak negara ini berdiri, banyak pihak telah mencoba untuk memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa. Meskipun demikian, hal tersebut dapat diatasi dengan perjuangan seluruh warga Indonesia. Berdasarkan pengalaman tersebut, kesadaran dan usaha tiap warga negara untuk menciptakan harmonisasi dalam masyarakat multikultural menjadi sangat penting.
Kita menyadari bahwa masyarakat Indonesia majemuk, seperti beragamnya suku bangsa dan budaya. Jika tidak ditanggapi secara bijak dan positif, keberagaman suku bangsa dan budaya yang ada akan berdampak negatif, seperti timbulnya pertentangan antarbudaya dan munculnya konflik antarbudaya. Jika kita tidak dapat saling menjaga dan menghargai, keberadaan unsur-unsur kebudayaan tersebut dapat menimbulkan permasalahan dalam masyarakat.
B. Keberagaman ekonomi masyarakat
Jumlah penduduk Indonesia mencapai 275 juta, dan tersebar di pulau-pulau di seluruh wilayah Indonesia.
Masyarakat pedesaan biasanya merupakan masyarakat yang memiliki kelompok sosial yang kecil. Terkadang disebut dengan masyarakat tradisional. Masyarakat pedesaan adalah masyarakat yang tinggal di kawasan/wilayah/teritorial kecil yang biasanya disebut masyarakat setempat.
Masyarakat perkotaan merupakan masyarakat dengan kelompok sosial yang lebih besar dan kompleks. Masyarakat perkotaan umumnya memiliki pemikiran yang lebih rasional, bersifat individualistis, dan menjadikan kota sebagai pusat kegiatan ekonomi, sosial, dan politik. Kehidupan ekonomi masyarakat kota lebih beragam. Penduduk kota juga cenderung mencari pekerjaan sesuai dengan pendidikan atau keahlian yang dimiliki.
C. Keberagaman gender pada masyarakat
Keberagaman masyarakat Indonesia juga mencakup keberagaman gender. Di dalam sosiologi, gender mengacu pada sekumpulan ciri-ciri khas yang dikaitkan dengan jenis kelamin seseorang dan diarahkan pada peran sosial atau identitasnya dalam masyarakat. World Health Organization (WHO) memberi batasan gender, yaitu seperangkat peran, perilaku, kegiatan, dan atribut yang dianggap layak bagi laki-laki dan perempuan yang dikonstruksi secara sosial dalam suatu masyarakat.
Gender juga dapat dilihat sebagai pembagian peran kedudukan dan tugas antara laki-laki dan perempuan, Secara etimologis, kata gender berasal dari bahasa Inggris yang berarti 'jenis kelamin. Secara umum, pengertian gender adalah perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan dalam hal nilai dan tingkah laku, ( Neufeldt (et), 1984).
Terkait pengertian gender ini, Mansour Fakih (2008) mengemukakan bahwa gender merupakan suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki dan perempuan yang dikonstruksikan secara sosial dan kultural. Adapun perubahan ciri dan sifat yang terjadi dari waktu ke waktu dan dari tempat ke tempat lainnya disebut konsep gender.
Sejarah perbedaan gender antara seorang laki-laki dan seorang perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang dan dibentuk oleh beberapa hal, seperti kondisi sosial budaya, kondisi keagamaan, dan kondisi kenegaraan. Dalam kehidupan sosial kultural masyarakat Indonesia, laki-laki cenderung dipandang lebih tinggi derajatnya dan lebih mudah memilik gerak sosial dibanding perempuan.
Kesadaran terhadap keadilan gender menjadi langkah awal untuk menjamin kesamaan martabat antara laki-laki dan perempuan Kaum perempuan harus menyadari bahwa ketidakadilan gender bukanlah kodrat, melainkan konstruksi sosial yang dibentuk oleh masyarakat.
Ada kaitan yang erat antara perbedaan gender (gender differences) dan ketidakadilan gender (gender inequalities) dalam struktur ketidakadilan masyarakat secara luas. Perbedaan gender tidak menjadi masalah selama tidak melahirkan ketidakadilan gender (gender inequalities). Ketidakadilan gender termanifestasikan dalam berbagai bentuk ketidakadilan, seperti berikut.
1) Marjinalisasi, yaitu suatu proses peminggiran akibat perbedaan jenis kelamin yang mengakibatkan kemiskinan ekonomi. Marjinalisasi menggunakan asumsi gender tampak misalnya dalam anggapan bahwa perempuan berperan hanya sebagai pencari nafkah tambahan. Marginalisasi dapat bersumber dari pemahaman sosial budaya, misalnya suku tertentu memiliki tradisi untuk tidak memberikan hak waris kepada perempuan.selain itu, ada anggapan bahwa perempuan tidak perlu bersekolah karena tugasnya adalah di dapur. Hal ini secara tidak langsung merupakan proses pemiskinan dengan alasan gender.
2) Subordinasi, yaitu penilaian atau anggapan bahwa suatu peran yang dilakukan oleh satu jenis kelamin lebih rendah dari yang lain. Dalam hal ini, peran perempuan dianggap lebih rendah dari peran laki-laki. Perempuan dianggap bertanggung jawab dan memiliki peran dalam urusan domestik atau reproduksi, sementara laki-laki dalam urusan publik atau produksi. Urusan domestik atau reproduksi ini lantas tidak mendapat apresiasi atau penghargaan yang sama dengan peran publik dan produksi.
3) Sterotipe (pelabelan negatif), yaitu pemberian citra baku atau label/cap kepada seseorang atau kelompok yang didasarkan pada suatu anggapan yang salah. Stereotipe sering kali digunakan sebagai alasan untuk membenarkan tindakan terhadap seseorang atau sekelompok orang karena itu stereotipe memperlihatkan adanya relasi kekuasaan yang timpang atau tidak seimbang yang bertujuan untuk menaklukkan atau menguasai pihak lain. Dalam konteks gender, stereotipe yang sering ditimpakan kepada perempuan antara lain, perempuan dianggap cengeng, tidak rasional, emosional, dan tidak bisa mengambil keputusan penting.
4) Kekerasan (violence) artinya tindak kekerasan, baik fisik maupun nonfisik yang dilakukan oleh salah satu jenis kelamin atau sebuah institusi keluarga, masyarakat, atau negara terhadap
2. Masalah yang dapat muncul dalam keberagaman masyarakat Indonesia adalah konflik. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), konflik didefinisikan sebagai percekcokan, perselisihan, atau pertentangan. Secara sederhana, konflik merujuk pada adanya dua hal atau lebih yang berseberangan, tidak selaras, dan bertentangan.
a. Faktor penyebab konflik
Soerjono Soekanto (2014) mengemukakan empat faktor yang dapat menyebabkan terjadinya konflik dalam masyarakat, yakni perbedaan antarindividu, perbedaan kebudayaan, perbedaan kepentingan, dan perubahan sosial.
1) Perbedaan antarindividu
Tiga orang memiliki pendirian dan perasaan yang berbeda-beda. Antara Anda dan teman-teman sekelas pasti ditemukan perbedaan pendirian dan perasaan mengenai suatu hal. Perbedaan ini dapat menjadi faktor penyebab konflik.
2) Perbedaan kebudayaan
Apakah Anda sadar bahwa kepribadian seseorang sedikit banyak dibentuk oleh kelompok di sekitar orang tersebut berada? Baik secara sadar maupun tidak, seseorang akan terpengaruh pemikiran dan pendirian kelompoknya. Hal ini dapat menimbulkan konflik dengan orang lain.
3) Perbedaan kepentingan
Dalam hubungan antarindividu, antara individu dan kelompok, atau pun antarkelompok, dapat terjadi perbedaan kepentingan. Kepentingan ini dapat menyangkut kepentingan politik, ekonomi, sosial, dan budaya.
B. Sikap yang dapat menyebabkan konflik Selain faktor-faktor yang telah dijelaskan, berikut terdapat beberapa sikap yang dapat menjadi penyebab konflik dalam masyarakat, yaitu antara lain sebagai berikut.
1) Primordialisme yang berlebihan. Primordialisme merupakan pandangan atau paham yang menunjukkan sikap berpegang teguh pada hal-hal yang sejak awal melekat pada diri individu, seperti suku bangsa, ras, dan agama. Sikap primordialisme yang berlebihan akan menganggap suku bangsa, ras, atau agamanya lebih unggul dibanding suku bangsa, ras, atau agama lain.
2) Etnosentrisme. Etnosentrisme merupakan pandangan bahwa kebudayaan suku bangsanya lebih baik dibandingkan kebudayaan suku bangsa lain.
3) Diskriminasi. Diskriminasi adalah perbedaan perlakuan terhadap sesama warga negara berdasarkan antara lain warna kulit, golongan, suku, ekonomi, dan agama.
4) Stereotipe. Stereotipe adalah penilaian terhadap seseorang atau suatu golongan hanya berdasarkan persepsi pribadi atau kelompok. Sikap ini umumnya berdasarkan prasangka dan cenderung tidak tepat.
5) Fanatisme. Fanatisme merupakan keyakinan akan suatu hal sebagai kebenaran tanpa kepastian data dan fakta, tetapi kebenaran itu dianggap kebenaran mutlak tanpa memedulikan argumen dari orang lain.
6) Eksklusivisme. Eksklusivisme adalah sikap yang didasarkan pada keyakinan bahwa pandangan atau ajaran yang paling benar hanyalah pandangan atau ajaran kelompoknya dan menganggap pandangan atau ajaran lainnya tidak benar.
Komentar
Posting Komentar